Welcome to My Blog

Sabtu, 31 Oktober 2015

Kerajaan Mataram Kuno dan Perkembangannya

 Kerajaan Mataram Kuno dan Perkembangannya


Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan Hindu-Budha yang bekembang di Jawa tengah pada abad VIII Masehi yang didirikan oleh Sanaha dari Galuh, Jawa Barat. Pusa pemerintahannya disebut Bhumi Mataram yang terletak di pedalaman Jawa Tengah. Sebelum Sanjaya wafat Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan bercorak Hindu, tetapi setelah Sanjaya wafat agama Budha mulai berkembang pesat di Bhumi Mataram. Akibatnya, muncul kekuatan baru, yaitu Dinasti Syailendra yang bercorak Budha. Sejak itu Kerajaan Mataram Kuno diperinah oleh dua dinasti berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Budha.
a.      Kondisi Geografis
            Bhumi Mataram terletak di pedalaman Jawa Tengah. Wilayah Bhumi Mataram terbentang di tiga daerah, yaitu Kedu, Yogyakarta, dan Surakarta. Bhumi Mataram dikelilingi oleh jajaran gunung dan pegunungan seperti Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Ungaran, Gunung Lawu, Pegunungan Serayu, Pegunungan Kendeng, dan Pegunungan Sewu. Diantara jajaran gunung dan pegunungan tersebut mengalir sungai-sungai besar seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Tanah di Bhumi Mataram sangat subur sehingga cocok untuk aktivias pertanian, karena sebagian besar kondisi tanahnya merupakan tanah aluvial dan vulkanik yang berasal dari endapan material sungai dan gunungapi.
            Keberadaan sungai di Bhumi Mataram menambah berkah bagi masyarakat sekitarnya. mereka memanfaatkan sungai tersebut untuk berbagai keperluan seperti irigasi pertanian, perikanan, keperluan rumah tangga, dan sarana transportasi. Kerajaan Mataram Kuno memanfaatkan aliran Sungai Bengawan Solo untuk sarana transportasi pelayaran sungai. Keberadaan sungai ini telah memperlancar hubungan perdagangan Kerajaan Mataram Kuno dengan dunia luar. Oleh karena itu,sungai harus di jaga dan di lestarikan agar bisa di manfaatkan dalam jangka waktu yang lama.

b.      Kehidupan Politik
Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun 732, pada awalnya Kerajaan Mataram di pimpin oleh Sanaha.Setelah Sanaha wafat,kekuasaan di pegang oleh Sanjaya.Sanjaya adalah Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram.Sanjaya merupakan penganut Hindhu Syiwa yang taat.Oleh karena itu,raja-raja Mataram Kuno dari Dinasti Sanjaya menganut agama Hindhu Syiwa
Pada masa pemerintahan Sanjaya,Mataram menjadi kerajaan besar dan makmur.Setelah Sanjaya meninggal,Kerajaan Mataram Kuno di pimpin oleh puta Sanjaya yang bernama Rakai Panangkaran.Pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran agama Budha di Mataram sudah kuat.Atas permohonan Raja Syailendra, pada tahun 778 Rakai Panangkaran yang beragama Hindu membangun candi Kalasan bercorak Buddha di daerah Kalasan, Yogyakarta. Tindakan Rakai Panangkaran ini menunjukkan sikap menghargai dan mengedepankan toleransi terhadap agama yang berbeda. Sikap ini hendaknya kita teladani dan kita kembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan kekuasaan Dinasti Syailendra di Jawa Tengah bagian selatan akhirnya menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu ke bagian tengah Jawa Tengah. Kemungkinan raja dari Dinasti Syailendra yang pertama berkuasa di Mataram adalah Rakai Panunggalan atau Dharanindra.
Menurut prasasti Mantyasih, Rakai Panunggalan adalah raja yang berkuasa di Mataram setelah Rakai Panangkaran. Selama berkuasa di Mataram, Rakai Panunggalan membangun banyak candi megah seperti candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan candi Borobudur. Candi Borobudur menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia.
Pada tahun 850 Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya membuat kesepakatan dengan Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Mereka setuju untuk menggabungkan kedua kerajaan. Oleh karena itu, Rakai Pikatan melakukan pernikahan politik dengan Pramodawardhani ( putri Raja Samaratungga ). Setelah Samaratungga wafat, Rakai Pikatan berhasil tampil sebagai penguasa tunggal di Mataram. Rakai Pikatan melebur wilayah kekuasaan Dinasti Syailendra kedalam wilayah kekuasaannya. Meskipun demikian, Rakai Pikatan merupakan raja yang bijaksana dan toleran. Ia berusaha agar penduduk penganut Hindu dan Budha di Mataram dapat hidup rukun.
Pengganti Rakai Pikatan adalah Rakai Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Dewan penasihat yang membantu Rakai Kayuwangi dalam menjalankan roda pemerintahan  merupakan dewan yag dipimpin oleh seorang mahapati. Pada masa kekuasaan Rakai Dyah Balitung struktur pemerintahan kerajaan di sempurnakan. Ia membentuk tiga jabatan penting di bawah raja yang disebut mahamantri. Ketiga mahamantri itu adalah Rakryan i Hino sebagai tangan kanan raja, ditambah dua pejabat lainnya, yaitu Rakryan i Halu dan Rakryan i Sirikan. Ketiga jabatan ini merupakan tritunggal dan struktur pemerintahan seperti itu terus dipergunakan oleh kerajaan kerajaan berikutnya pada zaman Singasari dan Majapahit.
Pada tahun 907 Rakai Dyah Balitung menulis prasasti Mantyasih yang berisi daftar silsilah raja raja mataram dari Dinasti Sanjaya. Raja raja tersebut antara lain Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan (Dharanindra), Rakai Warak ( Samaragrawira ), Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi (Dyah Lokapala), Rakai Watuhamalang, dan Rakai Dyah Balitung. Prasasti Mantyasih ditemukan di Kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah.
Berdasarkan prasasti yang ditemukan, Kerajaan Mataram memiliki struktur birokrasi sebagai berikut.
1)      Pusat kerajaan, yaitu daerah ibu kota kerajaandengan istana Sri Maharaja, tempat tinggal putra raja dan kaum kerabat dekat, para pejabat tinggi kerajaan, serta para abdi dalem.
2)      Watak, yaitu daerah yang dikuasai para pejabat kerajaan.
3)      Wanua, yaitu desa-desa yang diperintah oleh para pejabat desa (rama).
Pada tahun 929 Mpu Sindok menjadi penguasa Mataram menggantikan Rakai Wawa. Semula Mpu Sindok merupakan pejabat istana yang berpangkat Rakryan Mapatih i Hino. Pada pemerintahannya pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pemindahan ini disebabkan pusat kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi dan ancaman dari Kerajaan Sriwijaya terus mengintai Mataram Kuno. Di Jawa Timur Mpu Sindok membentuk dinasti baru bernama Isyana dan mendirikan Kerajaan Medang Kamulan.
Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan pada tahun 929-947. Pengganti Mpu Sindok adalah Dharmawangsa yang memerintah pada tahun 990-1016.
c.       Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Kuno bertumpu pada sektor pertanian. Wilayah Mataram memiliki kondisi tanah yang subur sehingga cocok untuk pertanian. Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, sektor perdagangan mulai mendapatkan perhatian. Selain pertanian dan perdagangan, industri rumah tangga sudah berkembang di Kerajaan Mataram Kuno. Hasil industri antara lain keranjang anyaman, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih.
d.      Kehidupan Agama
Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua dinasti yang agamanya berbeda, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Awal pemerintahan Mataram Kuno kedua Dinasti Sanjaya maupun Dinasti Syailendra mengakui agama Budha Mahayana sebagai agama yang resmi
e.       Kodisi Sosial Budaya
                       Kerajaan Mataram Kuno  meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dn Budha masyarakatnya tetap hidup rukun yang saling bertoleransi. Masyarakat Hindu yang tidak ada kepentingan untuk membangun candi borobudur tetap ikut bertoleansi dan bergotong-royong dalam pembangunan tersebut. Keteratuan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibutikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga dihormati dan dijalankan oleh pra pegawai istana. Semua itu berlangsung karena adanya hubungn erat antara rakyat dan kalangan istana.
DAFTAR PUSTAKA
       Djaja, Wahjudi. Rahata, Ringo. Mulyadi. 2014. Sejarah. Klaten : Intan Pariwara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar